Penulis pada masa SMP Sumbangsih, sekitar tahun 1965 hingga 1967, jika ke Sekolah SMP Sumbangsih, Setiabudi, adalah naik sepeda. Saat ini Penulis merasakan mengulang hoby dan kesenangan bersepeda atau Gowes, karena merasakan manfaat menyehatkan dan membuat segar badan maupun pikiran.
Pada Phase Gowes kedua kali menuju Senayan dari Kompleks Deplu, Penulis memasang on Applikasi Fitbit d HP Penulis, sehingga mengetahui waktu tempuh dari Kompleks Deplu, Cipete menuju Senayan adalah +/- 9 Km, 40 menit.
Oh ya, Penulis, teringat sewaktu di Enschede, Belanda, pada tanggal 1 Feb 2020, diajak Mantu naik sepeda atau Gowes di Enschede dan Usselo dengan mulai start dari no. 35, dengan menempuh jalur sepeda sepanjang +/- 26 km, Enschede, ke Usselo, kembali ke Enschede, tempat tinggal Anak Mantu dan Cucu Penulis di Enschede.
Phase Pertama Explorasi Gowes Jakarta Cipete Senayan, pada tanggal 16 Agustus 2019 adalah melalui Jl Fatmawati, namun belum ada Jalur Sepeda, sehingga Penulis harus lewat Jl. Hang Tuah muncul di Universitas Moestopo. Penulis saat itu menempuh Gowes ke Senayan dari Kompleks Deplu, Cipete, dan kembali ke Kompleks Deplu, berjarak 22.63 km selama 3 Jam 40 menit sebagaimana terbaca dalam Laporan perlengkapan "Jam FitBit".Pada Phase Kedua Explorasi Gowes ke Senayan dari Kompleks Deplu, tanggal 7 Maret 2020, "telah ada Jalur Sepeda dari Jl Fatmawati, menuju Senayan".
Maka Penulis Gowes keluar Kompleks Deplu, langsung, ke Jl. Fatmawati Dekat Stasiun MRT Haji Nawi, menuju ke Blok M, guna menuju Jl. Sudirman dengan arah tujuan ke Gelora GBK, Senayan. Terasa aman dan nyaman sekali naik Sepeda melalui "Jalur Sepeda" yang tersedia dan dibuat oleh Pemerintah DKI.Penulis merasakan sangat nikmat dan menyenangkan dapat menggunakan Jalur Sepeda, dimana banyak Pe-Gowes lain dengan rombongan, menggunakan Jalur Sepeda ini.
Applikasi Fitbit di HP Penulis, menunjukan jarak tempuh dari Kompleks Deplu, Cipete ke Senayan adalah +/- 9 km yang ditempuh 40 Menit.Dari Senayan Penulis melanjutkan Gowes menuju Bendungan Hilir dimana tersedia Jalur Sepeda, melalui bawah Jembatan Semanggi melalui Jalan Sudirman.
Penulis berhenti sejenak di Circle K, Bendungan Hilir, guna membeli Air Minum, pisang dan coklat kecil, untuk menambah energi dan menghindari Dehedrasi.
Setelah berhenti +/- 15 Menit, Penulis melanjutkan Gowes ke Pejompongan untuk melihat "bekas tempat tinggal" keluarga Penulis, sewaktu Penulis masih sekolah di SMP Sumbangsih, yaitu di Jl. Mesjid Pejompongan, yang sudah dijual kepada pihak lain.
Ternyata disebelah rumah sudah ada Tukang Mie Bakso, sehingga Penulis beristirahat dan mampir untuk memakan Mei Bakso yang enak guna menambah energi.
Penulis makan Mie Baso, sambil istirahat sebentar, lebih kurang 30 menit.
Penulis meminta tukang Mie Bakso untuk menfoto Penulis dengan Sepeda, guna menjadi kenangan, dan menceritakan bahwa Penulis dahulu bertempat tinggal di Jl. Mesjid Pejmpongan, Jakarta ini.
Dari Pejompongan, Penulis hendak balik ke rumah di Kompleks Deplu, Cipete, namun agak binggung mencari jalur sepeda untuk kembali, dari Semanggi ke Pejompongan, apakah harus lewat jembatan, menuju Senayan lewat Wisma Lumba-Lumba, ataukah harus lewat Jl. Gatot Subroto menuju Semanggi.
Dalam keadaan bingung, Penulis, memilih Gowes keluar ke Jl Gatot Subroto menuju Semanggi. dengan naik jembatan yang ada tanda arah Panah ke Blok M, tapi ternyata tidak ada Jalur sepeda, dimana Penulis kemudian turun Jembatan menuju ke Jl Sudirman depan Polda Metro Jaya.
Mungkin Penulis seharusnya melewati Jembatan yang menuju Senayan dari Wisma Lumba-Lumba atau apakah harus lewat Karet untuk kemudian mutar balik lewat Casablanka.
Penulis kemudian Gowes lewat Jalur Sepeda yang tersedia di Jl Sudirman, dimana ada tempat Parkir Sepeda dekat Tempat naik MRT.
Penulis sempat berfoto dengan SATPAM yang baik hati bersedia berfoto dengan Penulis sebagai kenang-kenangan.
Penulis sempat berfoto dengan SATPAM yang baik hati bersedia berfoto dengan Penulis sebagai kenang-kenangan.
Penulis kemudian melanjutkan Gowes hingga lewat Sekolah Mesjid Al Azhar tempat kedua anak Penulis, dahulu pernah bersekolah dari TK hingga SMP. Penulis kemudian berhenti sebentar untuk membuat photo.
Terlihat nyaman di Sekolah Al Azhar tersedia lapangan bola, dimana terlihat anak-anak sekolah sedang bermain bola.
PERBANDINGAN KETERSEDIAAN TAMAN DI JAKARTA DAN ENSCHEDE.
Terkait dengan Taman atau Lapangan Hijau, Penulis merasakan bahwa di Jakarta sangat langka dan jarang tersedianya lapangan atau taman.
Hal ini sangat beda sekali dengan di Enschede, Belanda, tempat mantu, anak dan cucu Penulis tinggal, dimana banyak sekali taman hijau yang luas, kita temukan dimana-mana, sehingga kita dapat berjalan dan bermain di Taman rumput tersebut.
Sebagai perbandingan kita dapat amati bahwa di Enschede, Negeri Belanda, dalam pembangunan tata ruang kota, kebijakan dari Pemerintah Provincial Enschede berpihak kepada pengendara sepeda, dimana tersedia jalur sepeda yang teratur maupun dibangunnya banyak taman - taman hijau yang luas.
Terkait dengan Taman atau Lapangan Hijau, Penulis merasakan bahwa di Jakarta sangat langka dan jarang tersedianya lapangan atau taman.
Hal ini sangat beda sekali dengan di Enschede, Belanda, tempat mantu, anak dan cucu Penulis tinggal, dimana banyak sekali taman hijau yang luas, kita temukan dimana-mana, sehingga kita dapat berjalan dan bermain di Taman rumput tersebut.
Sebagai perbandingan kita dapat amati bahwa di Enschede, Negeri Belanda, dalam pembangunan tata ruang kota, kebijakan dari Pemerintah Provincial Enschede berpihak kepada pengendara sepeda, dimana tersedia jalur sepeda yang teratur maupun dibangunnya banyak taman - taman hijau yang luas.
Penulis merasakan kenyamanan dengan keberadaan Taman hijau yang luas di Enschede. Belanda, dimana jika kita sedang mau menghilangkan kejenuhan, kita dapat berjalan kaki di Taman Hijau yang biasanya ada binatang Kambing maupun Danau kecil serta sungai dan Bebek maupun Angsa Putih.
Terlihat penataan kota di Belanda, Masyarakat Umum Publik secara bersama-sama, bersedia mengorbankan rumahnya tidak terlalu besar, guna dapat dibangun infrastuktur Pejalan kaki, maupun Jalur Sepeda yang teratur, berdampingan dengan jalan kendaraan mobil, serta tempat parkir mobil yang terintegrasi serta dibangunnya banyaknya taman atau park hijau yang luas. Maka penduduknya dapat mudah ke taman untuk berolahraga jalan kaki dan menghirup udara segar.
Mungkin di Jakarta sudah sulit mencari atau membuat taman hijau, karena Pemerintah Kota atau Pemerintah Provinsi lebih mementingkan lahan untuk Mal, yang menunjukan keberpihakan kepada Kapitalis Investor Mal maupun untuk Properti - perumahan, dan sangat minim keperpihakan tersedianya Taman atau Lapangan hijau.Hal ini, jelas menyebabkan kurang sekali tersedianya Taman main bagi penduduk kota termasuk anak-anak yang membutuhkan taman hijau untuk bisa bernafas dan bermain.
Bahkan daerah resapan air yang rendah maupun rawa, yang harusnya memang secara alamiah merupakan tempat penyerapan dan penampungan air hujan, telah banyak dirubah dan diuruk untuk pembangunan Mal serta Properti.
Tindakan Kebijakan Pemerintah, yang tidak memikirkan pembangunan Taman hijau serta danau atau tempat penampungan resapan air, jelas menghilangkan tempat penampungan air hujan; Hal ini jelas mengakibatkan air hujan tidak mempunyai tempat berkumpul, sehingga melimpah di jalan - jalan, dalam keadaan hujan deras menguyur kota, yang secara nyata mengakibatkan banjir dimana-dimana di kota Jakarta.Populasi penduduk di Jakarta, secara demografi, jumlahnya lebih dari 10 Juta, sedangkan di kota- kota di Belanda, misalnya Amsterdam penduduknya +/- 700 ribu, dimana seluruh Negeri Belanda jumlah populasi penduduknya hanyalah 17 Juta, adapun Indonesia jumlah keseluruhan populasinya 250 juta-an.
Luas keseluruhan Indonesia memang sangat luas terbentang dari Sabang hingga Merauke yang terdiri dari kepulauan, yang dipisahkan dengan lautan, sehingga nampaknya terlalu luas untuk ditangani secara Sentral oleh Pemerintah Pusat.Maka dibutuhkan adanya pembagian tugas untuk menata daerah Provisinsinya masing-masing oleh Kepala Daerah Gubernur maupun Bupati serta Walikota.
Namun alasan penduduk banyak dan padat tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak bisa menata kota secara teratur, karena Negara Cina, juga sangat luas dan populasi penduduknya padat lebih dari 1, 4 Milyar, namun ketersediaan jalan yang memadai dan nyaman sangat diperhatikan oleh Pemerintah, dan Transportasi Umum yang nyaman sangat diperhatikan untuk dibangun oleh Pemerintah setempat dengan baik dan teratur.
Penulis setidaknya mengetahui hal ini, karena sewaktu masa kecil Penulis pernah tinggal di Peking selama 4 Tahun, sewaktu Orang tua Penulis yang Diplomat ditempatkan di Peking, dimana Infrastruktur maupun transportasi umum memang sudah diperhatikan oleh Pemerintah setempat pada tahun 1958-an.
Kembali ke masalah Gowes melalui Jalur Sepeda Jalan Fatmawati, Penulis pada akhirnya telah sampai ke Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berseberangan dengan Kompleks Deplu, Cipete, Cilandak, Jakarta Selatan dengan jarak tempuh 23, 61 km dan ditempug dalam waktu 172 menit atau lebih kurang 2 jam.
Beginilah sekelumit Snapshot SNAPSHOT GOWES JALUR SEPEDA JL FATMAWATI SENAYAN SUDIRMAN, dimana Penulis menikmati ber Gowes melalui "Jalur Sepeda" yang tersedia dari Kompleks Deplu, Cipete, Gandaria Selatan, keluar ke Jl.Fatmawati menuju ke Senayan, Bendungan Hilir, Pejompongan dan kembali ke Kompleks Deplu, Cilandak, Gandaria Selatan melalui Jalur Sepeda terurai diatas.
Jakarta, 3 Maret 2020
Agung Supomo Suleiman
Jakarta, 3 Maret 2020
Agung Supomo Suleiman
https://www.youtube.com/user/agungss
No comments:
Post a Comment